Sunat Tradisional Sifon di NTT: Antara Warisan Budaya dan Perubahan Zaman

Sunat Sifon

Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur, memiliki kekayaan budaya yang sangat unik, termasuk dalam hal ritual sunat atau khitan. Tidak seperti praktik sunat pada umumnya yang lazim dilakukan pada anak-anak laki-laki, masyarakat di beberapa wilayah TTS menjalani sunat tradisional pada usia dewasa. Praktik ini tidak hanya mengandung nilai-nilai budaya lokal, tetapi juga diwarnai oleh sebuah tradisi kontroversial bernama sifon, yaitu hubungan seksual dengan perempuan lain setelah menjalani proses sunat.

Sunat Dewasa dan Praktik Sifon

Pada masa lalu, sunat di TTS bukan hanya menjadi proses medis atau simbol kebersihan, tetapi juga merupakan bagian dari ritual adat yang penuh makna sosial dan spiritual. Para pria dewasa, baik yang masih lajang maupun sudah menikah, akan menjalani sunat tradisional dengan segala tata cara adat yang berlaku. Setelah proses penyunatan selesai, terdapat satu tahapan penting yang disebut sifon, yakni kewajiban bagi pria yang baru disunat untuk berhubungan badan dengan perempuan lain yang bukan istrinya.

Yang menarik, perempuan yang menjadi pasangan sifon ini disediakan langsung oleh tukang sunat tradisional. Dalam konteks budaya lokal, sifon dianggap sebagai proses pemulihan dan penguatan kejantanan setelah sunat, serta sebagai penanda bahwa pria tersebut telah “lulus” dari ritual kedewasaan.

Waktu dan Prosedur Sunat Tradisional

Ritual sunat ini tidak dapat dilakukan sembarangan waktu. Masyarakat TTS meyakini bahwa waktu yang tepat untuk sunat adalah saat tanaman jagung mulai berbulir. Dalam kepercayaan lokal, momen ini dianggap sebagai pertanda baik karena diyakini akan membuat wajah pria yang disunat menjadi bersinar dan bercahaya. Kepercayaan ini menunjukkan adanya keterkaitan erat antara siklus alam dan ritus kehidupan manusia dalam kebudayaan masyarakat Timor.

Proses sunat itu sendiri dilakukan dengan cara yang sangat tradisional dan jauh dari praktik medis modern. Alat yang digunakan bukanlah pisau bedah atau alat sterilisasi medis, melainkan dua bilah bambu atau sejenis serat dari ekor kuda yang telah dirancang secara khusus untuk keperluan tersebut. Tukang sunat biasanya menyiapkan ramuan tradisional dari tanaman lokal untuk mengurangi rasa sakit, mempercepat proses penyembuhan, dan mencegah infeksi. Pria yang menjalani sunat biasanya harus tinggal di tempat penyunatan selama tiga minggu hingga satu bulan hingga benar-benar pulih dan menyelesaikan semua rangkaian adat, termasuk sifon.

Dampak Sosial dan Ketakutan Kaum Perempuan

Praktik sifon ternyata tidak hanya berdampak pada laki-laki yang menjalani sunat, tetapi juga membawa konsekuensi sosial bagi kaum perempuan. Ketika musim sunat tiba, terutama pada saat jagung mulai berbulir, banyak perempuan di daerah TTS maupun daerah lain di Pulau Timor merasa waswas untuk bepergian sendirian. Mereka khawatir akan menjadi target sifon oleh para pria yang baru disunat dan tengah menjalani masa pemulihan adat tersebut.

Fenomena ini mencerminkan adanya dinamika sosial yang cukup kompleks. Di satu sisi, budaya sifon dilestarikan sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi leluhur. Namun di sisi lain, praktik ini juga menimbulkan keresahan sosial dan dianggap melanggar nilai-nilai moral serta kesetaraan gender, terutama dalam konteks modern yang lebih mengedepankan hak individu dan kesehatan masyarakat.

Transformasi Budaya: Pelatihan Medis dan Deklarasi Etika

Seiring dengan perkembangan zaman dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya hak asasi manusia serta etika medis, pemerintah daerah dan lembaga kesehatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan telah melakukan berbagai upaya untuk mengubah praktik sunat tradisional tersebut. Para tukang sunat tradisional kini telah diberi pelatihan medis dasar serta pendampingan spiritual sesuai dengan ajaran agama masing-masing.

Salah satu poin penting dalam pelatihan ini adalah larangan menyarankan atau memfasilitasi praktik sifon kepada pasien sunat. Para tukang sunat disumpah agar tidak lagi menganjurkan hubungan seksual pasca sunat sebagai bagian dari proses adat. Mereka juga diimbau untuk menyampaikan edukasi kepada masyarakat bahwa sifon bukan lagi bagian yang harus dilakukan setelah sunat. Jika pun ada yang masih ingin menjalani sifon, hal tersebut menjadi pilihan pribadi, bukan tanggung jawab tukang sunat atau bagian dari prosedur adat yang disahkan.

Realitas di Lapangan: Tradisi yang Belum Hilang Sepenuhnya

Meskipun secara resmi praktik sifon sudah tidak diwajibkan lagi, kenyataannya masih ada sebagian masyarakat yang tetap menjalankannya, meskipun jumlahnya menurun drastis. Sebagian pria dewasa yang menjalani sunat tradisional tetap memilih melakukan sifon sebagai bentuk loyalitas terhadap warisan budaya nenek moyang. Namun, dalam praktiknya sekarang, sifon lebih banyak dilakukan secara mandiri dengan perempuan pekerja seks komersial (PSK), bukan lagi disediakan oleh pihak tukang sunat.

Hal ini menandakan adanya pergeseran makna dari praktik sifon. Jika sebelumnya sifon dianggap sebagai bagian dari prosesi adat dan dilakukan dalam kerangka sosial yang terstruktur, kini lebih mengarah pada perilaku individual dengan konsekuensi moral dan kesehatan yang berbeda. Oleh karena itu, tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana memperkuat pendidikan kesehatan seksual dan nilai-nilai baru tanpa mengabaikan akar budaya yang telah mengakar kuat di masyarakat.

Kesimpulan

Tradisi sunat sifon di Kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan refleksi dari kompleksitas budaya lokal yang kaya namun juga kontroversial. Meskipun sifon dahulu dianggap sebagai syarat mutlak dalam prosesi sunat dewasa, kini telah terjadi perubahan signifikan seiring masuknya nilai-nilai keagamaan dan pendidikan modern. Upaya pelatihan medis dan pendekatan kultural telah berhasil mengurangi praktik sifon secara resmi.

Namun demikian, masih dibutuhkan peran aktif dari seluruh elemen masyarakat untuk terus mengedukasi generasi muda tentang pentingnya menjaga nilai budaya secara selektif dan bijak. Menyelaraskan tradisi leluhur dengan nilai-nilai moral, kesehatan, dan kesetaraan menjadi langkah penting agar warisan budaya tetap lestari tanpa merugikan hak dan martabat manusia di era modern

 

Budaya Tradisi Sunat Sifon di Timor Tengah Selatan

Anda telah membaca artikel tentang "Sunat Tradisional Sifon di NTT: Antara Warisan Budaya dan Perubahan Zaman" yang telah dipublikasikan oleh admin Kanal Pengetahuan dan Informasi. Semoga bermanfaat serta menambah wawasan dan pengetahuan.

Rekomendasi artikel lainnya

Tentang Penulis: Kanal Pengetahuan

Kanal Pengetahuan merupakan media diseminasi (dissemination) yaitu penyebaran informasi dan pengetahuan kepada publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *